Jumat, 24 Maret 2017

Membudayanya Metode 'SKS'

Apa itu SKS ? SKS adalah kepanjangan dari Selesai Kebut Semalam, artinya mengerjakan tugas hanya dalam kurun waktu satu malam. Istilah ini mulai dikenalkan  oleh dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Gorontalo, pada  saat memberikan kuliah di kelasnya.

Menurutnya,  kualitas tugas yang diberikan kepada mahasiswanya mulai menurun, diakibatkan mahasiswa tersebut memilih mengerjakan tugas dalam waktu sehari sebelum  dateline atau batas waktu yang ditentukan. Menjamurnya metode seperti ini, membuat mahasiswa mengerjakannya dengan tergesa-tergesa dan  tidak fokus pada apa yang dikerjakan.

Metode SKS ini dinilai tidak efektif . Mengapa demikian ? tekanan yang dialami saat mengerjakan tugas lebih besar,  karena mengingat tugas harus diselesaikan secepat mungkin dalam kurun waktu semalam agar tidak mendapatkan nilai yang buruk.
Di surat Al-Isra ayat 11dijelaskan bahwa kita tidak bisa mengerjakan sesuatu dengan tergesa-gesa. Bahkan menurut para ulama tergesa-gesa itu adalah perbuatan syaitan.

Menyelesaikan tugas hanya dalam kurun waktu semalaman, membuat seseorang tertekan bahkan sampai stress, saat tugasnya tak kunjung selesai. Yang terjadi bukan penyelesaian tugas, malah memenuhi akun sosial medianya dengan sumpah serapah, yang dapat menurunkan kualitas dirinya.
Meluangkan seluruh isi hati atau segala kegiatan di sosial media sudah menjadi hal yang tabuh, maka tidak heran sosial media sekarang menjadi wadah pengumbar privasi.  Segala kegiatan yang terjadi, ataupun hal yang dirasakannya (marah, sedih, senang, galau.. hehe) akan diumbar ke media soial.

Membudayanya metode SKS ini merusak etika dan mutu pendidikan di Indonesia. Orang yang tergopoh-gopoh dalam mengerjakan sesuatu memaksanya mencintai hal yang instan, mendatangkan sifat egois, dengan cara meng copy paste milik orang lain atau plagiarisme.
Metode SKS sudah melekat kuat dikalangan mahasiswa UNG dan bahkan penerapannya sudah menjamur di beberapa mahasiswa di Kampus di Indonesia lainnya (Baca: Kebiasaan Buruk Mahasiswa Yang Menjadi Kebudayaan).

Metode ini lahir dari keseringan menunda sesuatu atau prokratinasi, dan ketidakmampuan seseorang dalam mengelola waktunya dengan baik. Malas dan kurangnya minat belajar juga menjadi faktor  menitisnya metode ini.

Hal ini seharusnya menjadi perhatian penuh para tenaga pendidik (dosen ) di Universitas untuk meningkatkan mutu pendidikan yang  di Indonesia. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan dosen Pasal 5 menjelaskan :
“Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional”.

Kesadaran diri mahasiswa itu sendiri sangat perlu. Lebih meningkatkan kualitas diri, mengatur waktu dengan baik, dan belajar dengan bijak menjadi langkah yang harus ditempuh oleh seorang mahasiswa untuk mulai meninggalkan metode SKS. Ini perlu demi menjaga nama baik mahasiswa di mata masyarakat yang terkenal sebagai kaum intelek, generasi pembaharu (agent of change), dan sebagai generasi penerus bangsa ( Iron stock)

Diposkan di merahmaron.com
Share: